SUMENEPNEWS - Simak ulasan Malam Paskah pakai baju warna apa, lengkap warna liturgi bulan April 2022 dan maknanya.. Malam Paskah pakai baju warna apa berkaitan dengan Hari Paskah yang diperingati pada tanggal 17 April 2022 mendatang.. Pada dasarnya, Malam Paskah pakai baju warna apa memiliki makna tersendiri. Misalnya warna merah dalam Gereja Katolik mampu melambangkan pengorbanan, api kasih
BacaanII: Ibr -19 "Ia menanti-nantikan kota yang beralas kokoh, yang dikarenakan dan dibangun oleh Allah sendiri." Bait Pengantar Injil: Mat 24:42a.44 "Berjaga-jagalah dan bersiaplah, karena kamu tidak tahu pada hari mana Anak Manusia akan datang." Bacaan Injil: Luk 12:32-48 "Hendaklah kamu siap sedia."
Imankatolik sebagai persatuan iman katolik Home Katekese. Pengantar Awal; Menjadi Katolik; Partisipasi seperti ini dituntut oleh hakikat liturgi sendiri dan merupakan hak serta kewajiban umat beriman atas dasar martabat mereka sebagai oarang yang sudah dibaptis. 167 dan warna busana liturgis ( bdk.no.301,326,329,342,343,346 ).
BacaanLiturgi Katolik Hari Jumat, 17 Juni 2022, Lengkap Dengan Renungan Harian, Warna Liturgi Hijau. Dyonisia Wiwiek Dwi Rastini - 16 Juni 2022, 20:33 WIB MEDIA PEMALANG - Bacaan Liturgi Katolik Hari Jumat bacaan pertama: Bacaan dari Kitab Kedua Raja-Raja -18.20 "Mereka mengurapi Yoas dan berseru,
BacaanPertama: (Wahyu 11: 19a; 12: 1-6a, 10ab) Dan bait Allah terbuka di surga: dan tabut wasiat-Nya terlihat di. Loncat ke daftar isi. 05 Aug, 2022 Katolik Seumur Hidup . Mengkhotbahkan Kewarasan Hidup Manusia dan Pesan Injil. menu. Halaman Depan; Khotbah; (Hari Raya Kewajiban). Warna Liturgi : Putih. Agustus 14,
KonsiliOikumenis Vatikan Kedua (1962-1965) atau secara singkat disebut Konsili Vatikan II atau Vatikan II, adalah sebuah konsili oikumenis ke-21 dari Gereja Katolik Roma yang dibuka oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 dan ditutup oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1965.Pembukaan Konsili ini dihadiri oleh hingga 2540 orang uskup Gereja Katolik Roma sedunia (atau juga disebut para
Bacaandan Renungan Harian Katolik Minggu 5 Juni 2022. Renungan Harian Katolik Minggu 5 Juni 2022 Hari Raya Pentakosta Warna Liturgi Merah. Renungan Katolik Minggu 5 Juni 2022 Berikut Baca Selengkapnya. Kategori Renungan Harian Katolik Tag Bacaan Injil Hari ini,
JadwalPantang dan Puasa Katolik 2022 selama Masa Prapaskah, dari Rabu Abu hingga Jumat Agung Beserta Maknanya. Penulis: Carolus Bara. Senin 21-02-2022 / 19:44 WIB. Kalender Liturgi Masa Tridium Paskah 2022 Warna Liturgi Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Vigili Paskah, hingga Minggu Paskah Katolik Beserta Kalender Liturgi 2022
IniMaknanya Bagi Umat Katolik. Peringatan Kamis Putih yang kerap digambarkan dengan lukisan The Last Supper. Foto: Gereja Santo Thomas Rasul. Kamis Putih menjadi salah satu hari yang penting yang diperingati oleh umat Katolik. Apakah perayaan Kamis Putih itu? Bagaimana maknanya bagi umat Katolik?
MemahamiWarna Liturgi dan Warna Baju Sabtu Suci. Sabtu suci merupakan bagian dari serangkaian acara sebelum Paskah bagi umat Kristen. Sabtu suci juga bisa disebut dengan masa prapaskah. Masa pra paskah selain Sabtu suci ada Rabu Abu, Minggu Palma, Kamis Putih, dan Jumat Agung. Berdasarkan fakta sejarah, masa prapaskah pertama kali dilakukan
pFOsis. - Jumat Agung akan jatuh pada 7 April 2023, umat Kristiani memperingati pengorbanan Yesus Kristus untuk umatNya di kayu Jumat Agung, akan diperingati kebangkitan Yesus Kristus pada tiga hari setelah kematiannya yaitu pada hari Paskah atau pada 9 April dikutip laman Catholic News Agency, pada hari Jumat Agung, seluruh Gereja memusatkan pandangannya pada Salib sebagai penghormatan terhadap Yesus Kristus karena telah menebus dosa umat umum, perayaan Jumat Agung memiliki tiga bagian yaitu liturgi sabda, penghormatan salib dan komuni. Selama Misa Jumat Agung, umat Katolik akan naik ke dekat altar, kemudian membungkuk dan mencium ini disebut Penghormatan Salib, di mana umat Katolik menghormati pengorbanan besar yang dilakukan Yesus di kayu Pakaian dan Warna Liturgi pada Jumat Agung Sebenarnya tak ada warna khusus yang harus dipakai saat Jumat Agung. Umat boleh datang mengenakan pakaian warna apa saja, yang penting tetap sopan, karena Anda hendak mengunjungi rumah pada peringatan Jumat Agung, warna pakaian yang bisa dikenakan adalah warna merah sesuai dengan warna ditulis Holy Family Catholic Church, warna merah melambangkan darah yang dicurahkan Yesus di kayu salib untuk keselamatan umatNya. Merah juga melambangkan pengorbanan martirNya dan kasih Allah yang pada Jumat Agung, warna merah juga digunakan pada sejumlah peribatan Kristen lainnya seperti Minggu Palma, Minggu Pentakosta, Perayaan Sengsara Tuhan, dan Perayaan para adalah istilah yang digunakan untuk merujuk seperangkat aturan tertentu dalam upacara keagamaan Kristen yang memuat kata-kata, musik, tindakan, hingga warna pelaksanaan ibadat umat Kristen, petugas liturgi mengenakan pakaian dengan warna yang warna tersebut sebenarnya tidak serta merta sesuai kehendak, sebab warna pakaian tersebut sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Institutio Generalis Missali Warna Liturgi dan Maknanya Menurut laman St Jamesâs Episcopal Church, ada lima warna dasar liturgi yaitu biru, putih, hijau, ungu, dan merah. Setiap warna memiliki makna masing-masing yang berkaitan erat dengan sejumlah ibadah penting umat BiruMengikuti tradisi Ritus Sarum ritus Inggris kuno, Biru adalah warna untuk Adven. Selama Abad Pertengahan, ketika biru adalah warna yang mahal untuk direproduksi, warna ungu sering digunakan sebagai sebabnya mengapa Anda masih melihat beberapa gereja menggunakan warna ungu pada masa Adven. Selain itu, warna ungu juga digunakan oleh gereja-gereja yang mengikuti ritus Romawi dan bukan Ritus secara teologis, biru adalah warna yang tepat untuk musim ini, karena Biru adalah warna Perawan Terberkati, dan Adven adalah tentang Maria ketika kita menantikan kedatangan Tuhan yang adalah warna harapan, penantian, kepercayaan diri, dan antisipasi. Ini semua adalah kata sifat yang menggambarkan musim PutihPutih adalah warna Paskah dan Natal. Warna ini adalah warna perayaan, sukacita, dan kedamaian di dunia barat. Dengan warna emas, putih melambangkan karya terbesar Tuhan di dunia, khususnya inkarnasi-Nya ke dunia ini pada hari Natal, dan kemenangan-Nya atas kematian dan kejahatan pada hari adalah warna yang digunakan untuk pemakaman, saat kita merayakan berpindahnya jiwa ke dalam Kerajaan juga, warna putih adalah warna pembaptisan dan pernikahan, saat kita merayakan kedatangan seorang anak Allah ke dalam rumah tangga iman-Nya, dan saat kita merayakan penyatuan belahan jiwa menjadi satu keluarga di mata HijauHijau adalah warna pengalaman pewahyuan, dan begitu juga dengan warna perayaan yang merayakan pewahyuan Tuhan kepada umat manusia yaitu Epifani dan musim setelah Natal, merayakan pewahyuan Kristus sebagai Tuhan yang berinkarnasi kepada bangsa-bangsa terjadi setelah musim Paskah dan mencakup Minggu Tritunggal kembali ke putih, yang merayakan pewahyuan Allah yang Esa dan kekal sebagaimana dinyatakan dalam pribadi Bapa, Anak dan Roh ini jatuh pada akhir musim semi dan musim panas, ketika kita melihat alam tumbuh hijau dengan dedaunan, tanaman merambat, dan tanaman pangan. Oleh karena itu, warna hijau melambangkan pertumbuhan rohani kita di dalam Kristus, yang dipupuk oleh Gereja dan UnguUngu adalah warna kerendahan hati, penebusan dosa, dan kebijaksanaan yang berasal dari ketajaman batin. Warna ini juga merupakan warna ekstrim antara keduanya kerendahan hati dan kebangsawanan mengekspresikan salah satu pelajaran besar dari masa Prapaskah yaitu Kristus sebagai raja yang melayani dan ketekunan kita untuk menjadi seperti itu bagi teologi pertobatan, ungu adalah warna refleksi ke dalam, yang merupakan salah satu hal penting yang harus kita lakukan setiap masa Prapaskah sebagai persiapan untuk MerahMerah adalah warna kegembiraan, energi, kekuatan, dan semua hal yang intens dan penuh gairah. Dengan demikian, merah adalah warna Roh ini mengingatkan kita pada api yang turun ke atas Gereja pada Hari Pentakosta, dan juga merupakan warna Pesta ini juga digunakan pada Minggu Palma dan selama Pekan Suci, untuk mengingat karya Roh Kudus pada saat masuknya Yesus ke Yerusalem dan sengsara-Nya. Merah adalah warna Ordo Suci para Uskup, dan karenanya digunakan untuk semua kunjungan dan jabatan Episkopal pentahbisan, pentahbisan, dan peneguhan, dengan menggunakan warna merah primer yang warna merah digunakan untuk memperingati semua orang kudus yang mati syahid. Warna merah mengingatkan kita akan darah yang ditumpahkan untuk Iman dan juga 6 Cara Merayakan Paskah Bersama Anak dengan Kegiatan Menarik Tema Jumat Agung 2023, Makna, dan Pesan Paskah PGI - Sosial Budaya Kontributor Balqis FallahndaPenulis Balqis FallahndaEditor Dipna Videlia Putsanra
© Fr. Patris Arifin sx Pengantar Liturgi merupakan unsur sentral dalam gereja Katolik. Perlu ditegaskan bahwa Liturgi dalam Gereja Katolik setua Gereja itu sendiri. Itu artinya, untuk memahami dengan lebih menyeluruh bagaimana asal mula liturgi, perkembangannya dalam zaman, dan praktik yang masih kita lihat hari ini dalam Gereja, kita perlu sebentar melihat sejarah lahirnya Gereja. Hal itu akan menjadi bahasan awal dalam paper ini. Liturgi, yang menjadi kebaktian umum resmi seutuhnya integrum cultim publicum[1] dalam Gereja Katolik, memberi sutu kekhasan tersendiri bagi Gereja dalam menghadirkan wajah Allah di dunia. Dengan Liturgi, Gereja menegaskan bahwa Allah bekerja melalui tanda, masuk dalam keterbatasan manusia dan membiarkan diri-Nya dipahami. Dengan demikian, Liturgi merupakan penerjemahan teologi Kristiani tentang Inkarnasi, suatu langkan besar yang diambil Allah untuk memasuki sejarah manusia dan hidup di antara kita. Itulah mengapa liturgi merupakan sakramen/tanda. Liturgi di satu sisi sangat teologis/spiritual, tetapi serentak juga menyangkut hal praktis/material dalam tata peribadatan Gereja. Ketika masuk dalam gereja katolok misalnya, orang akan terpesona atau malah bertanya-tanya melihat banyaknya barangkali rumitnya cara orang Katolik berdoa. Kita ambil contoh perayaan Ekaristi yang memiliki tata liturgis yang padat mulai dari perarakan masuk dan nyanyian, salam pembuka, bacaan, liturgi ekaristi, lalu liturgi penutup. Hal tersebut belum termasuk tata gerak dan sebagainya. Jangankan orang di luar Gereja, kita sendiri bahkan kerap kali bingung berkaitan dengan hal-hal praktis ini. Tetapi apakah inti liturgi terletak di sana? Paper ini akan membahas bebrapa pokok penting selain yang telah diuraikan di atas, yaitu Pengertian Liturgi, Hubungan Liturgi dengan Sakramen, Tahun Liturgi, Busana, Bacaan, Alat Liturgi, Paraliturgi, dan Hubungan Paraliturgi dan Sakramentali. Liturgi Mengakar dalam Tradisi Mempelajari perkembangan kristianitas tidak bisa terlepas dari akar Yudaisme. Dengan mendalami dan memahami akar Yahudi dari Kristianitas, pembaca modern dapat mengenal dalam dan luasnya Kristianitas[2]. Sebagai komunitas yang berkembang dalam tradisi Yudaisme, Kristianitas banyak mewarisi nilai dan pandangan Yahudi[3]. Akan tetapi kesan bahwa Kristianitas ialah cangkokan Yudaisme disangkal dengan kenyataan bahwa orang Kristen adalah orang Yahudi yang memisahkan diri karena konsep keselamatan dan pemenuhan taurat yang berbeda. Itu artinya, tanda yang berupa barang atau tata gerak yang barangkali sama atau diwariskan dari tradisi Yahudi tetap saja dimaknai secara berlainan dalam Kristianitas. Maksudnya ialah bahwa nilai tradisi itu tidak ditempel begitu saja, melainkan dimaknai âsecara baru.â Hari Sabath misalnya yang mengharamkan orang untuk banyak beraktivitas, justru dilihatnya Yesus sebagai hari pembebasan menyembuhkan orang sakit, Lukas 1310-17. Salah satu contoh ritus yang dipinjam dari tata peribadatan Yahudi ialah ibadat sabda. Ibadat sabda mencakup dua bacaan yang disisipi dengan mazmur tanggapan dan diakhiri dengan homili. Ibadat sabda masih bertahan dalam bagian pertama tata perayaan Ekaristi kita sampai saat ini. Selain Yahudi, sumber tradisi yang memperkaya perkembangan lturgi Gereja Katolik ialah corak budaya Yunani-Romawi. Pada abad-abad awal, Gereja berkontak langsung dengan budaya Yunani-Romawi terutama pasca Kaisar Septimus Severus yang berakhir dengan keluarnya Edikt milano[4] oleh Konstantinus dan Licinius berisi pengakuan pemerintah terhadap eksistensi Kristianitas di kekaisaran Roma. Di Roma, sebagaimana halnya di beberapa negara sekitar Laut Tengah, bahasa liturgi yang dipakai sekitar abad pertama ialah bahasa Yunani menggantikan bahasa Aram. Pengaruh kedua budaya besar ini juga tampak dalam terbentuknya perayaan inisiasi Kristen seperti pembaptisan, pengusiran setan dan pengurapan-pengurapan.[5] Dari kalangan Yunani pula muncul kebiasaan menyusun rumusan doa dalam kaidah pidato terutama kaidah simetri dan kaidah untuk mengakhiri kalimat secara ritmis. Istilah-istilah teknis dalam liturgi tak terhitung jumlahnya banyak berasal dari dunia Yunani, antara lain kata liturgi sendiri Liturgeia; demikian pula kata ekaristi, eulogi, prefasi, kanon, anamnesis, adven, eksorsisme, dll. Akhirnya, dari sumber Yunani pula muncul beberapa bentuk doa tertentu seperti litani para kudus, lalu rumusan seperti sepanjang segala masaâ, sampai kekalâ, Tuhan kasihanilah Kamiâ, dll. Demikian nilai-nilai budaya diangkat menjadi suatu tata peribadatan Gereja. Pengertian Liturgi Arti Harafiah Untuk memahami arti liturgi, lazimnya orang memulai dengan membedah makna kata liturgi itu sendiri. Liturgi berasal dari kata Bahasa Yunani, yaitu Leiturgiaâ yang terdiri dari kata ergonâ =karya dan leitosâ =bangsa.[6] Jadi secara harafiah, leiturgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Pengertian ini mendapat arti kultis sejak abad II masehi yang mengacu pada pelayanan ibadat. Arti itu terus berkembang hingga akhirnya dipersempit hanya untuk perayaan Ekaristi. Menurut KV II Konsili Vatikan ke II melihat liturgi sebagai âpelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus, di situ pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara yang khas bagi masing-masing, di situ pula dilaksanakan ibadat umum yang seutuhnya oleh tubuh mistik Kristus, yakni kepala beserta para anggotanya.â SC 7. Jelas di sini bahwa liturgi berarti bukan semata-mata ibadat paling sempurna yang dipersembahkan manusia kepada Allah, melainkan terutama merupakan perayaan karya keselamatan Allah bagi manusia melalui tanda-tanda. Untuk lebih dalam memahami makna liturgi dalam dokumen KV II ini kita mesti membacanya dalam terang dokumen lain seperti Lumen Gentium LG. Dalam LG 1 dikatakan demikian âTerang para bangsalah Kristu itu. Maka konsili suci yang terhimpun dalam Roh Kudus ingin sekali menerangi semua orang dengan cahaya Kristus yang bersinar pada wajah Gereja dengan mewartakan injil kepada semua makhluk. Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.â Perayaan dalam bentuk tanda ini menuntut iman akan misteri penyelamatan Allah. Poin penting yang kembali ditegaskan di sini ialah bahwa liturgi merupakan tanda kehadiran Allah dalam atau melalui Gereja. Liturgi ialah karya Allah, bukan ciptaan manusia. Arti Populer Secara populer, liturgi sering dipahami sebagai upacara atau ritual publik Gereja. Yang dimaksud di sini ialah bahwa liturgi sering kali hanya diartikan secara umum seperti mengenai tata upacara peribadatan, petugas liturgi, peralatan doa, dll. Pengertian populer ini memberi nuansa atau penekanan pada peran manusia dalam liturgi. Liturgi sesungguhnya merupakan sekaligus karya Allah dan manusia. Karya manusia di sini bukan tambahan pada karya Allah, melainkan partisipasi atau keikutambilbagianan kita manusia dalam karya keselamatan Allah. Karena itulah kemudian liturgi dimaknai sebagai karya Gereja yang adalah tubuh Kristus dengan Kristus sebagai Kepala. Hubungan Liturgi dengan Sakramen Seperti telah disinggung dalam bagian pengantar di atas, liturgi dalam arti terdalam merupakan sakramen atau tanda nyata dan kelihatan dari misteri keselamatan Allah. Sebagaimana Gereja meyakini bahwa misteri keselamatan Allah ditampakkan melalui peristiwa-peristiwa konkret di dalam dunia ini dan dan secara paling sempurna dan lengkap terungkap dalam diri Yesus Kristus, maka Gereja yang didirikan Kristus menjadi tanda nyata dan kelihatan dari karya keselamatan Allah tersebut. Dalam meneruskan tugas itu, Gereja di satu sisi menyadari bahwa manusia merupakan roh yang membadan, oleh karena itu ia juga merupakan makhluk simbolis. Untuk itu, karya keselamatan itu mesti dihadirkan dalam wujud yang kelihatan dan konkret yang kemudian kita kenal dan alami melalui ke-7 sakremen. Dari segi cakupan, liturgi memang bisa dikatakan lebih luas dari sakramen sebab liturgi mencakup seluruh bentuk kebaktian dalam Gereja yang tidak hanya terbatas pada ke tujuh sakramen, melainkan juga Ibadat Harian. Secara ringkas, liturgi terdiri dari sakramen lengkap dan dengan segala upacara yang menyertainya dan ibadat harian, sedangkan sakramen merupakan konkretisasi dari karya penyelamatan Allah Liturgi kepada manusia.[7] Tahun Liturgi, Busana, Bacaan, Alat Liturgi Tahun Liturgi Mungkin Anda bertanya, Apa itu Tahun Liturgi? Mengapa liturgi berulang setiap tahun? Secara umum, Gereja meyakini bahwa karya keselamatan Allah yang terungkap secara sempurna dalam diri Yesus itu terjadi dalam waktu historis. Oleh karena itu, meskipun karya penyelamatan itu terjadi sekali untuk selamanya, tetapi kita tetap harus mengenang kembali dan menghidupkan peritiwa itu sepanjang tahun dengan penuh rasa Syukur. Filsuf Denmark, Soren Kierkergaard, mengatakan âPilihannya hanyalah kita menghadirkan Yesus dalam Zaman kita atau kita tidak usah melakukan apa-apa sama sekali.â Inti dari pengulangan ialah pembiasaan atau habitus/keutamaan. Pengulangan membentuk suatu kebiasaan. Dengan demikian tahun liturgi yang terus diulang membuat peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah keselamatan meresap dalam seluruh waktu kita. Tahun Liturgi atau Tahun Gereja menerapkan misteri kehidupan Kristusâsejak penjelmaan sampai kedatangannya yang kedua dalam kemuliaanâke dalam kalender tahun biasa. [8] Tahun liturgi diawali dengan masa Adven penantian lalu berakhir pada perayaan Kristus Raja Semesta Alam yang sekaligus menutup rangkaian liturgi satu tahun untuk memulai lagi. Perhatikan gambar berikut! Puncak Tahun Liturgi adalah Misteri Paskah Tuhan yang dirayakan selama Trihari Paskah yang puncaknya pada Malam Paskah. Tahun Liturgi terbagi dalam 3 masa [Masa Khusus, Masa Biasa, Pesta atau peringatan orang kudus]. Masa Khusus terdiri dari lingkaran Natal [masa Adven dan masa Natal] dan lingkaran Paskah [masa Prapaskah dan masa Paskah]. Masa Biasa terdiri dari 34 pekan biasa yang puncaknya pada hari Minggu. Pesta peringatan orang kudus merupakan kebiasaan Gereja untuk menghormati orang-orang suci, dan untuk memuliakan dan menghormati Tuhan. Bacaan Liturgi Dalam Kalender Liturgi juga kita mengenal pembagian tahun untuk mengatur pembacaan injil pada hari minggu, yaitu tahun A Injil Matius, tahun B Injil Markus, dan tahun C Injil Lukas. Sedangkan untuk misa harian diatur dalam tahun ganjil/genap [tahun I / tahun II]. Warna Liturgi Gereja Katolik mempunyai pemahaman tersendiri akan warna. Setiap warna merefleksikan nilai dan makna rohani tertentu. Begitu juga kapan waktu pemakaian warna tersebut disesuaikan dengan masa-masa dan perayaan-perayaan atau pesta tertentu menurut penaggalan kalender liturgi. Warna yang dimaksud dalam liturgi adalah warna Stola selempang/selendang dan Kasula Mantol Lebar/Pakaian Paling Luar Imam yang dipakai oleh Imam, begitu juga dengan warna yang dikenakan Prodiakon, Lektor/Lektris dan Putra/Putri Altar, kain-kain altar, dll., disesuaikan dengan petunjuk kalender liturgi. Pemilihan warna liturgi amat dipengaruhi oleh penafsiran makna atas simbol warna sebagaimana dipahami suatu budaya dan masyarakat tertentu. Dalam liturgi, warna melambangkan 1. Sifat dasar misteri iman yang kita rayakan, 2. Menegaskan perjalanan hidup Kristiani sepanjang tahun liturgi Warna Hijau Warna hijau melambangkan warna yang terang, melegakan, manusiawi, menyegarkan. Warna hijau ini juga dikaitkan dengan musim semi yang didominasikan sebagai warna yang kontemplatif dan tenang. Warna liturgi hijau ini biasanya dipakai sepanjang masa biasa. Warna Merah Warna merah melambangkan api dan darah dan juga melambangkan penumpahan darah para martir gereja sebagai saksi-saksi iman sebagaimana Yesuspun rela berkorban hingga wafat di kayu salib dan mengeluarkan darah demi menebus dosa manusia. Warna merah dimaksudkan agar para uskup, imam, diakon harus rela menjadi martir dan berani bersaksi demi Yesus Kristus. Warna liturgi merah dikenakan pada saat perayaan mengenangkan sengara dan wafat Yesus Minggu Palma dan Jumat Agung, Hari Raya Pentakosta, Perayaan para pengarang Injil, Perayaan para martir, Perayaan Roh Kudus. Warna Putih dan Kuning Warna Putih/kuning menandakan hidup baru sebagimana dalam liturgi baptis para baptisan baru mengenakan pakaian putih dan diberi kain putih. Warna putih dipandang sebagai warna kesucian, ketidaksalahan, terang yang tak terpadamkan, kebenaran mutlak, kemurnian sempurna, kejayan yang penuh, kesempurnaan, kemenangan, kemuliaan abadi. Dalam liturgi gereja warna liturgi putih atau kuning bisa digunakan secara bersama-sama atau hanya digunakan salah satu putih atau kuning. Warna liturgi putih/kuning digunakan dalam perayaan Yesus Kristus kecuali Minggu Palma dan Jumat Agung, Perayaan Natal dan Paskah,sepanjang masa Natal dan Paskah,seputar Peringatan Santa Perawan Maria, seputar peringatan para kudus bukan para martir misalnya Hari Raya Semua Orang Kudus 1 November, Santo Yohanes Pembaptis 24 Juni, Santo Yohanes Penginjil 27 Desember, Takhta Santo Petrus Rasul 22 Februari, Bertobatnya Santo Paulus 25 Januari, dan semua saja yang termasuk pesta orang kudus bukan martir. Warna Merah Muda Warna merah muda melambangkan sukacita atau kebahagiaan. Biasanya warna liturgi ini digunakan pada Minggu Prapaskah IV Laetarete dan juga pada Minggu Adven III Gaudete yang artinya mengajak kita untuk mempersiapkan diri karena Masa Natal dan Paskah akan segera tiba. Apabila tidak tersedian warna liturgi merah muda pada kasula/dalmatik, maka warna ungu dapat menggantikan merah muda. Warna Ungu melambangkan pertobatan, kebijaksanaan, keseimbangan, mawas diri, sikap berhati-hati. Warna liturgu ungu biasnya digunakan pada saat ibadat tobat, masa prapaskah, masa adven, peringatan arawah, dan juga untuk liturgi disekitar kematian. Warna ungu dapat menjadi ganti dari warna hitam. Warna Hitam Warna Hitam merupakan warna yang paling jarang ditemukan dalam kasula/ Hitam ini melambangkan ketiadaan, kedukaan, kegelapan, pengorbanan, malam, kematian, kerajaan orang mati. Warna liturgi dapat digunakan pada liturgi saat kematian warna liturgi ini sifatnya fakultatif/tidak wajib.[9] Busana dan Alat Liturgi Dalam Gereja Katolik kita mengenal sebutan Religius dan awam atau imam dan pelayan imam. Sebutan ini memberi penekanan akan perbedaan model panggilan yang dihayati oleh umat Katolik dalam Gereja. kaum biarawan ialah mereka yang berkaul, maka juga religius, sedangkan kaum awam ialah sebutan untuk umat biasa yang tidak mengikrarkan kaul-kaul religius dan tetapi tetap ikut ambil bagian dalam pelayanan liturgi membantu imam. Perbedaan ini lebih merupakan perbedaan fungsi dan tugas, selebihnya kaum awam dan religius atau imam dan umat sama-sama merupakan anggota Gereja Kristus. Pembedaan ini juga nampak dalam busana liturgi. Berikut akan dijelaskan beberapa busana liturgi yang dikenakan imam. Amik Amik adalah kain putih segi empat dengan dua tali di dua ujungnya atau ada juga model modern lain yang tidak segi empat dan tanpa tali. Amik yang melingkari leher dan menutupi bahu dan pundak itu melambangkan pelindung pembawa selamat keutamaan harapan, untuk mengatasi serangan setan. Kain itu secara praktis juga berfungsi untuk menutupi kerah baju supaya tampak rapi, untuk menahan dingin, atau sekaligus untuk menyerap keringat agar busana liturgis pada zaman dulu yang biasanya amat indah dan mahal tidak mengalami kerusakan. Alba Pakaian putih Latin alba = putih panjang; simbol kesucian dan kemurnian yang seharus-nya menaungi jiwa diakon/ imam yang me-rayakan liturgi, khususnya Pe-rayaan Ekaristi. Alba dengan warna putihnya itu sendiri secara simbolis mengingatkan kita akan komitmen baptis dan kebangkitan. Sebenarnya alba juga boleh dipakai untuk pelayan altar lainnya, bahkanâmeski tidak lazimâuntuk lektor dan pemazmur. Single Tali pengikat alba pada pinggang ini merupakan simbol nilai kemurnian hati chastity dan pengekangan diri. Biasanya berwarna putih atau sesuai dengan warna masa liturginya. Biasanya singel dipakai jika model alba membutuhkan-nya atau jika dipakai stola dalam PUMR 336. Jubah Jubah merupakan pakaian standar liturgi. Sudah amat lazim bahwa lektorâjuga beberapa petugas liturgis lainnya, seperti pemazmur dan pembagi komuni, bahkan kelompok paduan suaraâmengenakan jubah atau busana semacamnya. Tidak ada aturan khusus untuk itu. Superpli Superpli merupakan pengganti alba, potongannya tidak sepanjang alba. Ber-warna putih. Superpli tidak sampai mata kaki, cukup sebatas lutut dengan perge-langan tangan yang cukup lebar. Tidak boleh sembarangan memakai superpli. Alba dapat diganti superpli, kecuali kalau dipakai kasula atau dalmatik, atau kalau stola menggan-tikan kasula atau dalmatik PUMR 336. Stola Stola adalah semacam selendang panjang; simbol bahwa yang mengenakannya sedang melaksanakan tugas resmi Gereja, terutama menyangkut tugas pengudusan imamat. Stola melambang-kan otoritas atau ke- wenangan dalam pelayanan sakra-mental dan berkhot-bah. Secara khusus, sesuai dengan doa ketika mengenakan-nya, stola dimaknai sebagai simbol kekekalan. Kasula Kasula, disebut juga planeta, adalah pakaian luar yang dikenakan di atas alba dan stola. Kasula merupakan busana khas imam, khususnya selebran dan konselebran utama, yang dipakai untuk memimpin Perayaan Ekaristi. Kasula melambangkan keutamaan cinta kasih dan ketulusan untuk melaksanakan tugas yang penuh pengorbanan diri bagi Tuhan. Dalmatik Dalmatik dikenakan setelah stola diakon. Ini adalah busana resmi diakon tatkala bertugas melayani dalam Misa/Perayaan Ekaristi, khususnya yang bersifat agung/meriah. Busana ini melambang-kan sukacita dan kebaha-giaan yang merupakan buah-buah dari pengab-diannya kepada Allah. Velum Velum adalah semacam kain putih/kuning/emas lebar yang dipakai pada punggung ketika membawa Sakramen Mahakudus dalam prosesi ingat saat pemindahan Sakramen Mahakudus pada bagian akhir Misa Pengenangan Perjamuan Tuhan, Kamis Putih malam! dan memberi berkat dengan Sakramen Mahakudus. Pluviale/Korkap semacam mantel panjang Latin pluvia = hujan yang digunakan di luar Perayaan Ekaristi dan dalam perarakan liturgis, atau perayaan liturgis lain yang rubriknya menuntut digunakan busana itu misalnya untuk liturgi pemberkatan. Beberapa tambahan Kahusus untuk busana Uskup Pada umumnya, Uskup memiliki beberapa pakaian atau busana liturgi standar orang tertahbis seperti yang dimiliki imam, misalnya alba, stola, kasula, dll. Akan tetapi di samping itu ada beberapa perlengkapan yang dikenakan khusus oleh orang yang telah menerima tahbisan uskup. Perlengkapan itu antara lain jubah ungu setakat mata kaki; sabuk sutera ungu; rochet dari linen atau bahan sejenis warna putih; mozeta mantol kecil yang menutup pundak, dengan kancing di bagian depan ungu; salib pektoral salib dada dengan tali anyaman warna hijau-emas bukan dengan rantai; pileola topi kecil yang juga dikenal dengan nama solideo ungu; bireta topi segi empat dengan pom ungu; dan stocking/kaos kaki ungu. Selain pakaian, ada juga perlengkapan lain seperti tongkat. Uskup memiliki tongkat penggembalaan yang melambangkan dirinya sebagai gembala umat sebagaimana Yesus sendiri. Selain pakaian, kita juga mengenal yang namanya peralatan Liturgi. Dalam gereja Katolik, peralatan Liturgi sangat banyak jumlahnya. Paling sederhana yang perlu kita ketahui ialah peralatan liturgi yang digunakan imam dalam perayaan Ekaristi. Peralatan itu antara lain Ampul, dua bejana yang dibuat dari kaca atau logam, bentuknya seperti buyung kecil dengan tutup di atasnya sebagai tempat penyimpanan air dan anggur. Korporal, berasal dari bahasa Latin âcorporaleâ, adalah sehelai kain lenan putih berbentuk bujursangkar dengan gambar salib kecil di tengahnya. Dalam perayaan Ekaristi, imam membentangkan korporale di atas altar sebagai alas untuk bejana-bejana suci roti dan anggur. Lavabo, berasal dari bahasa Latin âlavareâ yang berarti âmembasuhâ, adalah bejana berbentuk seperti buyung kecil, atau dapat juga berupa mangkuk, tempat menampung air bersih yang dipergunakan imam untuk membasuh tangan sesudah persiapan persembahan. Navikula disebut juga Wadah Dupa adalah bejana tempat menyimpan serbuk dupa yang akan dipakai di turibulum. Dalam penggunaannya, navikula tidak pernah terpisah dari turibulum. Palla berasal dari bahasa Latin âpalla corporalisâ yang berarti âkain untuk Tubuh Tuhanâ, adalah kain lenan putih yang diperkeras, sehingga menjadi kaku seperti papan, bentuknya bujursangkar, dipergunakan untuk menutupi piala. Palla melambangkan batu makam yang digulingkan para prajuritRomawi untuk menutup pintu masuk ke makam Yesus. Patena, berasal dari bahasa Latin âpatenaâ yang berarti âpiringâ, adalah piring di mana hosti diletakkan. Patena, yang sekarang berbentuk bundar, datar, dan dirancang untuk roti pemimpin Perayaan Ekaristi, aslinya sungguh sebuah piring. Piala, dalam bahasa Latin disebut âcalixâ yang berarti âcawanâ, adalah bejana yang tersuci di antara segala bejana. Piala adalah cawan yang menjadi wadah anggur untuk dikonsekrasikan. Piksis berasal dari bahasa Latin âpyxâ yang berarti âkotakâ, adalah sebuah wadah kecil berbentuk bundar dengan engsel penutup, serupa wadah jam kuno. Piksis biasanya dibuat dari emas. Piksis dipergunakan untuk menyimpan hosti yang sudah dikonsekrasi. Purifikatorium adalah kain yang terbuat dari linen, yang digunakan untuk menyeka bibir piala, untuk pembersihan nampan, untuk mengeringkan cawan dan untuk mengeringkan tangan para imam atau daikon. Sibori berasal dari bahasa Latin ÎșÎčÎČÏÏÎčÎżÎœ kibĆrion yang berarti âpiala dari logamâ, adalah bejana serupa piala, tetapi dengan tutup di atasnya. Sibori adalah wadah untuk hosti yang akan dibagikan saat komuni. Turibulum atau disebut juga Pedupaan atau wiruk adalah sebuah alat untuk mendupai yang terbuat dari logam dan di gantung dengan rantai. Paraliturgi, dan Hubungan Paraliturgi dan Sakramentali. Pembahasan berikutnya ialah mengenai Paraliturgi dan hubungannya dengan Sakramentali. Pertanyaannya tentu saja apa itu paraliturgi? Apa hubungannya dengan sakramentali? Untuk memahami kedua bagian ini, kita akan terbantu dengan pembahasan sebelumnya mengenai sakramen dan liturgi. Menurut kamus Liturgi, paraliturgi berarti kegiatan rohani kaum beriman yang tidak terdapat dalam buku-buku liturgi resmi, dan tidak mengikuti pola dasar liturgi. Contoh paraliturgi misalnya *jam suci. Dalam kegiatan paraliturgi ini, aneka kegiatan rohani bisa dilakukan umat seperti melambungkan pujian, nyanyian dan juga khotbah. Dapat juga dikatakan bahwa paraliturgi berarti perayaan yang menjelaskan makna suatu misteri dengan menggunakan unsur-unsur liturgi, tetapi dengan tujuan yang lebih bersifat katekese dari pada ibadat.[10] Tidak jauh berbeda dengan itu, Sakramentali memiliki arti yang mirip dengan paraliturgi. Sakramentali berarti tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen. Sakramentali juga menandakan karunia-karunia, khususnya yang bersifat rohani, yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja SC 60. Sakramen berbeda dengan sakramentali. Sakramen menyangkut Gereja secara keseluruhan, sedangkan sakramentali selalu bersifat khusus, merupakan perwujudan doa gereja bagi orang tertentu. Contoh sialah upacara pengusiran setan, pemberkatan patung, air baptis, dll.[11] Pertanyaan selanjutnya ialah apa hubungan paraliturgi dengan sakramentali? Kedua hal ini saling berkaitan, bahwa paraliturgi dan sakramentali sama-sama merupakan perayaan bersifat khusus, dan situasional yang tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri lepas dari perwujudan sikap doa Gereja. Penutup Demikian pembahasan cukup sederhana mengenai beberapa pokok pelajaran. Beberapa hal yang dijelaskan di sini hanya merpakan bagian kecil dari pembicaraan besar dan luas mengenai liturgi. Akan tetapi, tentu saja bukan pada tempatnya membahas seluruh dokumen Gereja yang berkaitan dengan liturgi di sini. Karena itu, sebagai pemahama atau pembekalan dasar, apa yang Anda dalami melalui paper ini cukup memadai. [1] Jacobus Tarigan, Memahami Liturgi, Jakarta Cahaya Pineleng, 2011, 3 [2]The Story of Christianity p. 13 [3] Chadwick, Henry, The Early Church âThe early Christians, Shared with the Jews the conviction that religionâ included the interpretation of the whole of life ⊠like the Jews, the early Christian kept certain days for fasting.â [4] Eddy Kristianto, Gagasan yang Menjadi Peristiwa, Yogyakarta Kanisius, 2002, 49-56. [5] Theodor Klauser, Sejarah Singkat Liturgi Barat, Yogyakarta; Kanisius, 1991, 15 [6] Tarigan, Memahami Liturgi, 2 [7] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, Yogyakarta Kanisius, 1996, 396 [8] Lani, dkk., Ed, Youcat, Yogyakarta Kanisius, 2012, 186 [9] [10] Ernest Mariyanto, Kamus Liturgi, Yogyakarta Kanisius, 2004, 151 [11] Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, 444
Jakarta Warna liturgi merupakan aspek penting dari perayaan liturgi Katolik. Setiap warna yang digunakan dalam liturgi memiliki makna simbolis yang dalam dan memberikan dimensi teologis yang kaya dalam ibadat umat Katolik. Warna-warna ini berfungsi sebagai pengingat visual akan misteri iman dan menyampaikan kebenaran teologi Katolik yang mendalam. Penggunaan warna liturgi dalam perayaan Misa dan ibadat liturgi lainnya dalam Gereja Katolik telah ada sejak zaman dahulu. Warna tersebut tetap dilestarikan dan diwariskan dalam tradisi liturgi Gereja Katolik hingga saat ini. Warna-warna ini dipilih dengan cermat dan mencerminkan tema atau suasana tertentu dalam perayaan liturgi, serta menggambarkan makna teologis atau spiritual dalam iman Katolik. Setiap warna liturgi memiliki makna simbolis tersendiri. Warna ini memperdalam pemahaman umat Katolik tentang misteri iman dan membantu mereka untuk berpartisipasi dalam perayaan liturgi dengan makna yang lebih besar. Memahami makna di balik warna liturgi yang digunakan dalam ibadat Katolik dapat membantu umat Katolik untuk menghargai kekayaan dan kedalaman iman mereka, dan berpartisipasi dalam liturgi dengan lebih hormat dan devosi. Lantas apa saja makna dibalik warna-warna Liturgi? Lebih lengkapnya, berikut ini telah rangkum dari berbagai sumber pada Jumat 7/4/2023 tentang warna Liturgi Katolik beserta dengan makna-makna di umat kristen katolik gereja Santa Maria Assumpta di Sleman, Yogyakarta menggelar jalan salib atau jumat agung dalam memperingati wafatnya Isa Almasih jelang Paskah merupakan peristiwa penting di dalam liturgi gereja umat Kristen dan liturgi Katolik merujuk pada penggunaan warna khusus dalam perayaan liturgi, terutama dalam Misa, yang merupakan ibadah utama dalam tradisi Katolik. Setiap warna liturgi memiliki makna simbolis yang mendalam dan dipilih untuk mencerminkan tema atau suasana tertentu dalam perayaan liturgi, serta untuk menggambarkan makna teologis atau spiritual dalam keyakinan Katolik. Pemakaian warna liturgi dalam Gereja Katolik sudah ada sejak zaman kuno, dan warna-warna ini telah berkembang dan diteruskan dalam tradisi liturgi Gereja Katolik hingga saat ini. Warna liturgi yang umum digunakan dalam Gereja Katolik adalah putih, merah, hijau, ungu, merah muda, hitam, emas, dan dalam beberapa kasus, biru. Makna Warna Liturgi Katolik Warna liturgi dalam Gereja Katolik memiliki makna simbolis dan penjelasan tertentu yang digunakan dalam perayaan liturgi, terutama dalam Misa, yang merupakan ibadah utama dalam tradisi Katolik. Berikut adalah makna warna liturgi Katolik beserta penjelasannya 1. Putih Melambangkan kemurnian, sukacita, dan kemuliaan, serta mengingatkan umat Katolik akan kebangkitan Kristus dan kemenangan-Nya atas dosa dan kematian. Digunakan pada hari-hari raya besar dan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus. Putih adalah warna liturgi yang paling umum digunakan dalam perayaan Misa pada hari-hari raya besar, seperti Natal dan Paskah, serta perayaan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus, seperti Kenaikan Yesus dan Pengangkatan Bunda Maria ke Surga. Putih melambangkan kemurnian, sukacita, dan kemuliaan, serta mengingatkan umat Katolik akan kebangkitan Kristus dan kemenangan-Nya atas dosa dan kematian. 2. Merah Melambangkan Roh Kudus, darah Kristus yang dicurahkan untuk penebusan dosa umat manusia, dan pengorbanan-Nya yang sempurna. Digunakan pada hari-hari raya yang berkaitan dengan peristiwa penderitaan dan pengorbanan. Merah adalah warna liturgi yang digunakan dalam perayaan Misa pada hari-hari raya yang berkaitan dengan peristiwa penderitaan dan pengorbanan, seperti Paskah Kudus, Pentakosta, dan Jumat Agung. Merah melambangkan Roh Kudus, darah Kristus yang dicurahkan untuk penebusan dosa umat manusia, dan pengorbanan-Nya yang sempurna. 3. Hijau Melambangkan harapan, pertumbuhan, dan kehidupan baru dalam iman. Digunakan pada waktu biasa atau masa pertumbuhan iman. Hijau adalah warna liturgi yang digunakan dalam perayaan Misa pada waktu biasa atau masa pertumbuhan iman, seperti musim biasa dalam kalender liturgi. Hijau melambangkan harapan, pertumbuhan, dan kehidupan baru dalam iman. Hijau juga mengingatkan umat Katolik akan kuasa penyucian dan pemurnian yang diberikan melalui Sakramen Tobat dan Rekonsiliasi. 4. Ungu Melambangkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan kesiapan untuk bertobat serta menghadapi kedatangan Kristus yang akan datang. Digunakan pada masa-masa penyesalan, persiapan, atau pengharapan. Ungu adalah warna liturgi yang digunakan dalam perayaan Misa pada masa-masa penyesalan, persiapan, atau pengharapan, seperti Masa Prapaskah dan Masa Adven. Ungu melambangkan kesederhanaan, kerendahan hati, dan kesiapan untuk bertobat serta menghadapi kedatangan Kristus yang akan ...5. Merah Muda Menggambarkan harapan, kegembiraan, atau pengharapan. Digunakan pada waktu-waktu tertentu dalam musim Adven dan Prapaskah. Merah muda adalah warna liturgi yang digunakan dalam perayaan Misa pada waktu-waktu tertentu dalam musim Adven dan Prapaskah yang menggambarkan harapan, kegembiraan, atau pengharapan, seperti Minggu Gaudete dalam musim Adven dan Minggu Laetare dalam musim Prapaskah. Merah muda mengingatkan umat Katolik untuk mengalami suka cita dalam pengharapan akan kedatangan Kristus yang akan datang atau penebusan yang akan datang. 6. Hitam Melambangkan duka, penggenangan, dan kematian. Digunakan dalam upacara pemakaman atau peringatan kematian. Hitam adalah warna liturgi yang jarang digunakan dalam perayaan Misa, tetapi biasanya digunakan dalam upacara pemakaman atau peringatan kematian. Hitam melambangkan duka, penggenangan, dan kematian, serta mengingatkan umat Katolik akan sifat fana kehidupan ini dan perlunya mempersiapkan diri menghadapi keabadian. 7. Emas Melambangkan kemuliaan, keagungan, dan keabadian. Digunakan sebagai warna perhiasan atau aksesoris dalam perayaan liturgi. Emas adalah warna liturgi yang sering digunakan sebagai warna perhiasan atau aksesoris dalam perayaan liturgi, seperti cawan suci, paten, dan jubah liturgi yang dihiasi dengan benang emas. Emas melambangkan kemuliaan, keagungan, dan keabadian, serta mengingatkan umat Katolik akan kehadiran Kristus yang sejati dalam Ekaristi sebagai Anak Allah yang mulia. 8. Biru Menggambarkan pengharapan, kerendahan hati, dan kesetiaan. Jarang digunakan dalam tradisi liturgi Katolik. Biru adalah warna liturgi yang jarang digunakan dalam tradisi liturgi Katolik, tetapi kadang-kadang digunakan dalam perayaan Misa pada masa-masa tertentu, seperti masa biasa dalam kalender liturgi atau peringatan khusus. Biru melambangkan pengharapan, kerendahan hati, dan kesetiaan, serta dapat mengingatkan umat Katolik akan anugerah kasih karunia Allah yang tak terbatas. Penting untuk diingat bahwa penggunaan warna liturgi dapat bervariasi dalam praktik lokal atau tergantung pada peraturan liturgi yang diberlakukan oleh gereja atau lembaga gerejawi setempat. Namun, secara umum, warna liturgi dalam tradisi Katolik memiliki makna simbolis yang mendalam dan menjadi bagian penting dalam menghidupi dan menghayati perayaan liturgi sebagai ungkapan iman dan doa umat Katolik.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.